Head Line

Rabu, 14 Maret 2012

TIDUR DI EMPERAN WARUNG PENYEBERANGAN CEREMAI



 Posting By : J.PUNG W.

Setelah 3 (tiga) hari menjalankan tugas meliput Musim Ubur - ubur di Desa Temajuk (desa paling utara di Kalimantan Barat yang berbatasan laut maupun darat dengan Malaysia), kami berencana kembali ke kantor di Dusun Setinggak.Awalnya kami berencana memulai perjalanan pada sore hari.Namun cuaca tidak mengijinkan.Hujan turun dengan derasnya sejak sore hari hingga malam tiba.Kami terpaksa menunggu hujan reda karena tidak ingin mengambil resiko menempuh perjalanan jauh dalam kondisi cuaca seperti itu.
Warung Penyeberangan Ceremai - Ilustrasi

Hujan pun berhenti sekitar pukul 22:00.Walaupun sudah cukup larut,tapi kami tetap bertekad untuk kembali ke kantor.Setelah berkompromi dengan Udi, yang ikut menemani saya selama di Desa Temajuk, kami memutuskan untuk menempuh perjalanan dengan menggunakan jalur tepi pantai.Karena biasanya, setelah hujan deras seharian seperti sore tadi jalan baru yang masih berupa jalan pengerasan dengan tanah kuning kondisinya pasti sangat licin dan berlumpur.Dan kami beruntung,karena kebetulan saat itu air laut sedang surut jauh dari titik pasang tertinggi (penduduk setempat menyebutnya dengan istilah “air tangkah”).Dalam kondisi air laut yang surut seperti ini, perjalanan melewati tepian pantai menjadi pilihan yang lebih mudah daripada melewati jalan baru yang belum selesai dibangun.

Saya, Udi dan seorang teman lain,warga asli Desa Temajuk,Hendri namanya,  mengendarai sepeda motor masing – masing menyusuri pinggiran pantai yang padat,sehingga rasanya seperti berkendara di jalan aspal.Terang sinar bulan purnama menemani perjalanan kami,menjadikan suasana pantai terasa begitu eksotis dan membuat kami semua lupa bahwa malam ini adalah malam Jumat,yang menurut penduduk setempat adalah malam yang angker dan sakral.Tapi kebulatan tekad kami untuk kembali ke kantor membuat kami harus mengalahkan rasa takut yang sebenarnya tetap sedikit terasa.Besok kami harus ada kegiatan Pelatihan Blogger di kantor,karena itulah malam ini kami segera harus kembali walaupun harus menempuh jarak sekitar 60 Km ditengah malam dan juga harus merasakan terpaan dinginnya angin pantai.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 1,5 (satu setengah) jam perjalanan, akhirnya kami pun tiba dengan selamat di penyeberangan Ceremai.Untuk menuju kantor kami harus melewati sebuah sungai besar yang kira – kira 200-an meter lebarnya, Sungai Paloh namanya.Sungai ini tidak memiliki jembatan untuk menghubungkan akses jalan dari Desa Temajuk menuju ke ibu kota Kecamatan Paloh, Liku.Sehingga untuk itu warga harus menyeberang menggunakan perahu kecil yang mampu menampung hingga 8 (delapan) buah sepeda motor dengan membayar sebesar              Rp 10.000,00 / sepeda motor.Di seberang penyeberangan Ceremai adalah daerah penyeberangan Sungai Sumpit.Di Sungai Sumpit inilah akses jalan terkahir bagi kendaraan roda empat.Setelahnya,untuk menuju Desa Temajuk harus ditempuh dengan sepeda motor.Bagi warga pendatang / tamu, dapat menggunakan jasa ojek dengan merogoh saku sekitar Rp 250.000,00 sekali berangkat.Itu artinya perlu biaya ojek sebesar Rp 500.000,00 untuk pulang-pergi ke Desa Temajuk…!!!

Kami tiba di penyeberangan Ceremai ini saat waktu hampir menunjukkan pukul 00:00.Tidak ada lagi aktifitas penyeberangan.Semua warung yang ada sudah gelap gulita karena tidak punya listrik,lagipula para pemiliknya pun sudah terlelap tidur.Tetapi biasanya bila kemalaman seperti ini,kami mengetuk rumah salah satu pemilik perahu penyeberangan yang tinggal dan berjualan di sekitar penyeberangan ini.Kami coba mengetuk pintu beberapa kali, namun tidak ada jawaban.Yang terdengar hanyalah dengkuran sang pemilik perahu yang sepertinya kelelahan setelah seharian bekerja.Terus kami coba untuk mengetuk pintu,namun tetap saja tidak ada jawaban.Mungkin sudah nasib kami malam ini harus tidur di emperan warung sang pemilik perahu.

Tak ada pilihan lain,kami pun mengambil posisi masing – masing.Saya tidur di atas meja,Udi dan Hendri berbagi tempat di sebuah kursi kayu panjang.Malam begitu berat rasanya untuk dilalui.Angin dingin yang menusuk tulang karena tadinya cuaca hujan seharian,ditambah tingkah nyamuk-nyamuk nakal yang senang menggigit,membuat kami tak bisa tertidur lelap.Suara nyamuk yang terbang di dekat telinga terdengar seperti suara F16 yang sedang latihan perang mambuat mata yang tertutup tak bisa tertidur lelap.Malam terasa begitu panjang,  1 (satu) jam terasa bagai 1 (satu) malam.Tidak apalah dinikmati saja...Berharap matahari pagi segera tiba dan menghalau dinginnya malam serta membuat nyamuk – nyamuk segera pulang.

Seandainya ada jembatan yang menghubungkan antara Sungai Sumpit dan Ceremai,tidak perlu kami harus tidur diemperan warung di penyeberangan Ceremai.Berselimutkan dinginnya angin malam dan gigitan nyamuk – nyamuk nakal…

Paloh
Kamis, 8 Maret 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar