Posting By : J.PUNG W.
Setelah
3 (tiga) hari
menjalankan tugas meliput Musim Ubur - ubur di Desa Temajuk (desa paling utara
di Kalimantan Barat yang berbatasan laut maupun darat dengan Malaysia), kami
berencana kembali ke kantor di Dusun Setinggak.Awalnya kami berencana memulai
perjalanan pada sore hari.Namun cuaca tidak mengijinkan.Hujan turun dengan
derasnya sejak sore hari hingga malam tiba.Kami terpaksa menunggu hujan reda
karena tidak ingin mengambil resiko menempuh perjalanan jauh dalam kondisi
cuaca seperti itu.
Warung Penyeberangan Ceremai - Ilustrasi |
Hujan
pun berhenti sekitar pukul 22:00.Walaupun sudah cukup larut,tapi
kami tetap bertekad untuk kembali ke kantor.Setelah berkompromi dengan Udi,
yang ikut menemani saya selama di Desa Temajuk, kami memutuskan untuk menempuh
perjalanan dengan menggunakan jalur tepi pantai.Karena biasanya, setelah hujan
deras seharian seperti sore tadi jalan baru yang masih berupa jalan pengerasan
dengan tanah kuning kondisinya pasti sangat licin dan berlumpur.Dan kami
beruntung,karena kebetulan saat itu air laut sedang surut jauh dari titik
pasang tertinggi (penduduk setempat menyebutnya dengan istilah “air
tangkah”).Dalam kondisi air laut yang surut seperti ini, perjalanan melewati
tepian pantai menjadi pilihan yang lebih mudah daripada melewati jalan baru yang
belum selesai dibangun.
Saya,
Udi dan seorang teman lain,warga asli Desa Temajuk,Hendri namanya, mengendarai sepeda motor masing – masing
menyusuri pinggiran pantai yang padat,sehingga rasanya seperti berkendara di
jalan aspal.Terang sinar bulan purnama menemani perjalanan kami,menjadikan
suasana pantai terasa begitu eksotis dan membuat kami semua lupa bahwa malam
ini adalah malam Jumat,yang menurut penduduk setempat adalah malam yang angker
dan sakral.Tapi kebulatan tekad kami untuk kembali ke kantor membuat kami harus
mengalahkan rasa takut yang sebenarnya tetap sedikit terasa.Besok kami harus
ada kegiatan Pelatihan Blogger di kantor,karena itulah malam ini kami segera
harus kembali walaupun harus menempuh jarak sekitar 60 Km ditengah malam dan
juga harus merasakan terpaan dinginnya angin pantai.
Setelah
menempuh perjalanan sekitar 1,5 (satu setengah) jam perjalanan, akhirnya kami
pun tiba dengan selamat di penyeberangan Ceremai.Untuk menuju kantor kami harus
melewati sebuah sungai besar yang kira – kira 200-an meter lebarnya, Sungai
Paloh namanya.Sungai ini tidak memiliki jembatan untuk menghubungkan akses
jalan dari Desa Temajuk menuju ke ibu kota Kecamatan Paloh, Liku.Sehingga untuk
itu warga harus menyeberang menggunakan perahu kecil yang mampu menampung
hingga 8 (delapan) buah sepeda motor dengan membayar sebesar Rp 10.000,00 / sepeda motor.Di
seberang penyeberangan Ceremai adalah daerah penyeberangan Sungai Sumpit.Di
Sungai Sumpit inilah akses jalan terkahir bagi kendaraan roda empat.Setelahnya,untuk
menuju Desa Temajuk harus ditempuh dengan sepeda motor.Bagi warga pendatang /
tamu, dapat menggunakan jasa ojek dengan merogoh saku sekitar Rp 250.000,00
sekali berangkat.Itu artinya perlu biaya ojek sebesar Rp 500.000,00 untuk
pulang-pergi ke Desa Temajuk…!!!
Kami
tiba di penyeberangan Ceremai ini saat waktu hampir menunjukkan pukul
00:00.Tidak ada lagi aktifitas penyeberangan.Semua warung yang ada sudah gelap
gulita karena tidak punya listrik,lagipula para pemiliknya pun sudah terlelap
tidur.Tetapi biasanya bila kemalaman seperti ini,kami mengetuk rumah salah satu
pemilik perahu penyeberangan yang tinggal dan berjualan di sekitar
penyeberangan ini.Kami coba mengetuk pintu beberapa kali, namun tidak ada
jawaban.Yang terdengar hanyalah dengkuran sang pemilik perahu yang sepertinya
kelelahan setelah seharian bekerja.Terus kami coba untuk mengetuk pintu,namun
tetap saja tidak ada jawaban.Mungkin sudah nasib kami malam ini harus tidur di
emperan warung sang pemilik perahu.
Tak
ada pilihan lain,kami pun mengambil posisi masing – masing.Saya tidur di atas
meja,Udi dan Hendri berbagi tempat di sebuah kursi kayu panjang.Malam begitu
berat rasanya untuk dilalui.Angin dingin yang menusuk tulang karena tadinya
cuaca hujan seharian,ditambah tingkah nyamuk-nyamuk nakal yang senang
menggigit,membuat kami tak bisa tertidur lelap.Suara nyamuk yang terbang di
dekat telinga terdengar seperti suara F16 yang sedang latihan perang mambuat mata
yang tertutup tak bisa tertidur lelap.Malam terasa begitu panjang, 1 (satu) jam terasa bagai 1 (satu) malam.Tidak
apalah dinikmati saja...Berharap matahari pagi segera tiba dan menghalau
dinginnya malam serta membuat nyamuk – nyamuk segera pulang.
Seandainya
ada jembatan yang menghubungkan antara Sungai Sumpit dan Ceremai,tidak perlu
kami harus tidur diemperan warung di penyeberangan Ceremai.Berselimutkan
dinginnya angin malam dan gigitan nyamuk – nyamuk nakal…
Paloh
Kamis, 8 Maret
2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar