Head Line

Sabtu, 24 Maret 2012

Material Unik dan Langka Penyusun PEDANG SAMURAI JEPANG – Menentukan KUALITAS KEKUATAN PEDANG SAMURAI

http://semangatbelajar.com
Terinspirasi oleh abang - abang dari BBM yang pada sibuk bawa oleh - oleh "Katana Made In Cik Tomo" setelah Pelatihan Blogger di Paloh tgl 10 - 12 Kemarin, jadi saya iseng - iseng cari Blog yang menulis tentang "Katana" atau yang malah sering disebut "Pedang Samurai".Nah, supaya kita lebih mengenal pedang para ksatria Jepang ini, maka saya mau membagikan postingan dari blog teman saya ini.Selamat Membaca ya...!!!
Pedang Samurai asli dari Jepang merupakan sebuah pedang yang sudah terbukti oleh khalayak umum memiliki kekuatan yang sangat luar biasa, baik kekuatan mekanis maupun magis.
Kekuatan mekanis dari sebuah Pedang Samurai yaitu memiliki kemampuan untuk memotong benda-benda keras seperti logam dan benda keras lainnya. Sehingga tidak khayal lagi kalau dari dahulu hingga saat ini selalu ada saja yang mencari dan membelinya meskipun dijual dengan harga yang relatif mahal.
Sebagai contoh sebuah Pedang Samurai dengan ukuran panjang blade 12 inchi sampai dengan 15 inchi (ukuran kecil) dengan harga Rp. 300.000.000, 00. Betapa berharganya sebuah Pedang Samurai untuk saat ini. Menurut perhitungan dengan semakin bertambahnya usia pedang akan memiliki harga jual yang semakin mahal. Hal inilah yang mendorong oleh semua orang untuk menjadikan investasi dalam bentuk mengkoleksi Pedang Samurai.


Nama pedang yang diberi julukan Samurai ini yang sebenarnya nama pedangnya adalah Katana atau Nihoto ternyata benar-benar memiliki kekuatan mekanis yang sangat luar biasa disamping memiliki berat yang sangat ringan. Rahasianya terletak pada aplikasi material yang dipergunakan dalam pembuatan Pedang Samurai tersebut. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa material utama penyusun Pedang Samurai adalah Titanium, yaitu sebuah unsur kimia yang memiliki nomor ator 22 dalam Tabel Periodik dengan Simbol Ti. Titanium merupakan logam transisi yang sangat kuat, ringan, tahan terhadap korosi, tahan terhadap air laut dan chlorine.


Pengujian Titanium dapat dilakukan dengan Mesin Uji Kekerasan Vickers yang menunjukkan harga kekerasan sebesar 970 MPa sedangkan dengan menggunakan Mesin Uji Brinel menunjukkan harga kekerasan sebesar 116 GPa. Modulus Young 716 MPa dengan poisson ratio (angka poisso) 0,32. Titik lebur Titanium 1941oK (1668oC) dan titik didihnya sebesar 3560oK (3287oC). Jari-jari atom 140 pm, jari-jari kovalen 136 pm. Struktur kristal berbentuk hexagonal dan bilangan oksidasi sebesar 4. Berat dari Pedang Samurai sangat ringan karena menggunakan material dengan massa jenis sebesar 4.506 g/cm3 dengan fase solid.

 
Warna Titanium ini adalah putih-metalik-keperakan.
Biasanya bahan Titanium ini banyak dipergunakan sebagai alloy kuat dan ringan terutama dengan Besi (Fe) dan Aluminium (Al).


Sedangkan keunikan dari material utama penyusun Pedang Samurai dari jepang, Titanium adalah apabila mengalami benturan material ini tidak mengalami penurunan sifat mekaniknya melainkan akan bertambah sifat mekaniknya. Artinya apabila sebuah Pedang Samurai dipergunakan untuk memotong sesuatu benda atau untuk berperang maka Pedang Samurai akan bertambah kekerasannya (ketajamannya) apabila sudah menyentuh sesuatu benda yang mau dipotong atau menyentuh lawan tersebut. Hal ini sama persis seperti pada Zirconium (dari bahan keramik).


Fenomena ini dapat terjadi karena saat terjadi benturan pada Pedang Samurai dengan bahan Titanium akan mengubah struktur atomnya dari (austenit+martensit) menjadi martensit murni, kalau dimisalkan ini terjadi pada struktur logam. Tetapi untuk logam proses ini dapat terjadi apabila ada penurunan temperature dari temperature (austenisasi+martensit) menjadi temperature martensit murni. Semua logam akan mengalami proses tersebut apabila ada penurunan temperature kecuali pada Titanium dan Zirzonium. Kedua material ini adalah kelainan dari sifat material secara umum. Proses ini tidak dilalui dengan cara penurunan temperature seperti pada kebanyakan logam melainkan dilalui dengan cara adanya benturan atau pukulan pada material tersebut.


Perubahan struktur atom dari (austenit+martensit) menjadi martensit murni pada material penyususn Pedang Samurai ini akan mengakibatkan munculnya tegangan sisa pada pedang tersebut. Tegangan sisa adalah tegangan yang tersimpan didalam material diluar batas kekuatannya (tegangan lebih. Kalau dicontohkan pada material/bahan pada umumnya seperti logam baja, tegangan sisa dapat terbentuk kalau struktur atomnya saling berdesakan satu sama yang lain. Kalau atom-atom penyusun material tersebut saling berdesak-desakan tentunya akan membuat material akan menjadi semakin kuat dan keras. Hal ini dapat dicontohkan pada proses Heat Treatment untuk pengerasan pada logam dengan cara Quenching (Penyepuhan).


Quenching atau penyepuhan pada sebuah logam dapat dilakukan dengan cara memanaskan sebuah logam sampai pada daerah austenisasi. Setelah mencapai daerah austenisasi, logam dicelupkan pada fluida (cairan) seperti air, oli, dan sebagainya. Proses ini akan menghasilkan sebuah logam yang lebih keras dari logam asal (sebelum dilakukan proses Heat Treatment). Hal ini disebabkan munculnya tegangan sisa pada material/bahan yang mengalami Quenching (Penyepuhan) tersebut.
Sehingga dengan mengaplikasikan material yang sangat unik dan langka pada Pedang Samurai dari Jepang inilah yang membedakan antara Samurai dengan senjata atau pedang yang lain. Perbedaan tidak hanya terletak pada jenis material saja melainkan juga pada sifat mekanisnya dan perlakuan perawatannya serta harga jualnya.
Sumbernya silahkan baca disini...
Su 

Rabu, 21 Maret 2012

NELAYAN LIKU MENDAMBAKAN TPI


Oleh : J. Ipunk W.


Pelabuhan Liku - Kecamatan Paloh
Pelabuhan Liku adalah sebuah pelabuhan kecil tempat singgah para nelayan yang berdomisili di Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas.Mereka berasal dari beberapa desa di Kecamatan Paloh,diantanya Desa Nibung, Mentibar, dan Sebubus.Tetapi tak jarang pula pelabuhan ini menjadi tempat singgah nelayan dari daerah lain, misalnya dari Jawai,   Pemangkat,Kota Singkawang, bahkan ada pula nelayan yang berasal dari Karimunting, Kabupaten Bengkayang.Daerah tangkapan ikan mereka biasanya berada di sekitar wilayah pesisir laut Paloh, sehingga mereka sering singgah di Pelabuhan Liku untuk sekedar beristirahat, berlindung dari cuaca buruk, mengisi perbekalan untuk melaut, atau juga ada yang menjual ikan hasil tangkapannya disini.Pilihan untuk singgah di pelabuhan Liku menjadi pilihan terbaik bagi nelayan dari daerah lain karena letaknya yang cukup dekat dengan daerah penangkapan ikan membuat nelayan – nelayan ini bisa lebih efesien dalam hal waktu, tenaga dan modal, terutama bahan bakar.Mereka juga kadang memilih untuk menjual hasil tangkapannya disini dengan alasan agar kualitas ikan yang mereka jual masih baik.Karena biasanya perbekalan es yang gunanya untuk mempertahankan kesegaran ikan tidak mencukupi apabila hasil tangkapan mereka jual ke daerah asalnya.Adanya nelayan singgah ini membuat aktifitas di Pelabuhan Liku menjadi lebih ramai.Nelayan lokal yang berasal dari daerah Liku sendiri saja jumlahnya sekitar 70-an orang.Bila ditambah dengan nelayan dari daerah lain, bisa mencapai 100 hingga 200 orang nelayan yang beraktifitas disini.

Namun, walaupun banyak nelayan yang beraktifitas di pelabuhan yang terletak di belakang Pasar Liku dan hanya berjarak sekitar 400 meter dari Kantor Camat Paloh ini tidak tersedia sarana Tempat Pelelangan Ikan (TPI).Sehingga para nelayan hanya bisa menjual hasil tangkapan mereka kepada beberapa penampung yang biasa mereka sebut “Tauke”.Ada sekitar 8 tauke yang terdapat di sekitar Pelabuhan Liku.Para tauke menampung hasil tangkapan nelayan yang baru datang melaut, untuk kemudian ditimbang dan dicatat berdasarkan jenis ikan yang berhasil didapat nelayan.Harga tiap jenis ikan berbeda – beda,tergantung jenis ikannya.Misalnya, harga ikan Kakap dapat mencapai Rp 105.000,00 / kg namun ikan Talang – talang hanya seharga Rp 12.000,00 / kgnya.Setelah proses penimbangan selesai dan hasilnya dicatat dalam buku rekapitulasi, nelayan yang menjual ikan mendapatkan salinan rekap yang mereka sebut “bon”.Bon – bon inilah yang dikumpulkan oleh para nelayan sebagai bukti penjualan ikan mereka.Nelayan baru dapat mengambil uang hasil penjualan mereka kepada tauke penampung setelah sebulan.Selama sebulan biasanya nelayan di Pelabuhan Liku bisa melakukan kegiatan penangkapan ikan sebanyak 6 trip yang dalam tiap tripnya berkisar 3 – 4 hari.Setelah pulang melaut mereka menyerahkan hasil tangkapan mereka kapada tauke penampung.Setelah mengumpulkan bon – bon hasil penjualan tadi, nelayan bisa mengklaim uang hasil penjualan ikan pada tanggal 1 setiap bulannya.Selain berfungsi sebagai penampung ikan hasil tangkapan nelayan, tauke ini juga menyediakan berbagai kebutuhan yang diperlukan untuk melaut misalnya bahan bakar, es batu, dan perbekalan makanan bahkan juga mereka menyediakan alat tangkap bagi nelayan yang ingin mengganti atau menambah alat tangkapnya.Nelayan dapat mengambil berbagai kebutuhan ini dengan tauke masing – masing dengan sistem hutang dan totalnya akan dihitung pada saat nelayan mengambil uang hasil tangkapan pada tanggal 1.Kehadiran para tauke ini tentunya sangat membantu nelayan di Pelabuhan Liku.Namun satu hal yang membuat nelayan disini merasa dirugikan adalah mengenai harga ikan yang ditetapkan oleh para tauke.Para tauke biasanya menetapkan harga ikan semaunya, sehingga membuat nelayan tidak dapat memperoleh hasil yang maksimal.Harga ikan disamaratakan setiap bulannya sehingga nelayan tidak dapat merasakan keuntungan apabila harga ikan melonjak di pasaran.Berdasarkan informasi dari beberapa nelayan daerah lain yang biasanya menjual hasil tangkapannya di luar, harga beli yang ditetapkan oleh tauke di Pelabuhan Liku ini lebih rendah daripada di pelabuhan lain,misalnya Pemangkat atau Singkawang.Tapi para nelayan Liku tidak ada pilihan lain selain menjual hasil tangkapan mereka kepada para tauke ini.

Melihat keadaan tersebut, beberapa nelayan memandang perlu adanya sebuah TPI di pelabuhan ini.Sodang, salah seorang nelayan Liku, menjelaskan bahwa apabila ada TPI maka nelayan bisa mengontrol perkembangan harga ikan setiap harinya.”Nelayan pun dapat memperoleh hasil langsung setiap mereka menjual ikan tanpa harus menunggu selama sebulan” begitu beliau menjelaskan.Nelayan yang aslinya dari Mempawah ini menambahkan ; ”Apabila disini ada TPI, bea cukai Paloh pun bisa memperoleh pendapatan dari penjualan ikan.Setahu saya, setiap penjualan ikan yang dilakukan nelayan wajib disetorkan sebanyak Rp 300,00 / kgnya kepada bea cukai.Hasilnya akan cukup besar bila dikalkulasikan dengan total hasil tangkapan ikan seluruh nelayan yang beraktifitas di Pelabuhan Liku ini.Selama ini, yang mendapatkan keuntungan adalah para tauke.Sementara pihak pemerintah,dalam hal ini bea cukai tidak mendapatkan apa – apa.Untuk masalah lahan, masih tersedia lahan yang memadai untuk pembangunan TPI di sekitar Pelabuhan ini”.Senada dengan apa yang disampaikan oleh Sodang, seorang nelayan yang sudah melaut sejak 40 tahun lalu,Darwin, menjelaskan bahwa selama ini ia belum merasakan perbaikan ekonomi yang cukup layak sejak menjadi nelayan.”Kami hidup ini sperti pepatah,gali lubang tutup lubang.Jadi sangat tergantung pada tauke” demikian beliau menjelaskan.”Nelayan tetap saja melarat, yang kaya raya adalah para tauke.Padahal mereka hanya duduk manis sambil menunggu kami datang.Sementara kami harus berjuang bertaruh nyawa di lautan luas yang kadang tidak bersahabat” tambahnya.Nofriansyah adalah ketua Kelompok Nelayan “Bersama”,kelompok nelayan yang mewadahi para nelayan Liku, berharap pemerintah lebih jeli melihat peluang yang ada di Pelabuhan Liku ini.”Kami sangat berharap pemerintah, terutama kepada Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sambas untuk mempertimbangkan dan memperjuangkan berdirinya TPI di pelabuhan ini.TPI akan membantu nelayan dalam meningkatkan kesejahteraan, karena nelayan tidak lagi tergantung kepada tauke saja, tetapi mereka juga bisa ikut mengontrol harga ikan setiap kali bertransaksi” jelasnya.

Demikianlah segelintir harapan nelayan Liku yang mendambakan berdirinya Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di pelabuhan mereka.Semoga pihak pemerintah Kabupaten Sambas, khususnya Dinas Kelautan dan Perikanan mendengar aspirasi para nelayan ini dan ikut membantu mewujudkan impian mereka agar kesejahteraan nelayan disini bisa lebih baik.

Selasa, 20 Maret 2012

EARTH HOUR

 
MARI KITA TURUT AMBIL BAGIAN DALAM KEGIATAN "EARHT HOUR" YANG SERENTAK DILAKSANAKAN DI SELURUH DUNIA PADA TANGGAL 31 MARET 2012 PUKUL 20:30 - 21:30 WAKTU SETEMPAT....

MARI KITA MATIKAN SELURUH PERANGKAT LISTRIK PADA WAKTU TERSEBUT...

DAN SETELAHNYA JADIKAN GAYA HIDUP....!!!

MATIKAN PERALATAN LISTRIK YANG TIDAK PERLU SEBELUM ANDA BERANGKAT TIDUR....

BERTEMU PENYU

Pose Bareng Penyu


"Tahan dulu, kita foto bareng..."

Penyunya Kesiangan

Merekam Tukik yang Menuju Pantai

Senin, 19 Maret 2012

HARGA BBM MELAMBUNG DI PERBATASAN

Cangkau Melewati Jalan Berpasir
 Oleh : J. Ipunk W.

Rencana pemerintah untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) per 1 April 2012 membuat berbagai reaksi dari masyarakat pun bermunculan,.Antrian BBM di Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum ( SPBU ) mengular hingga beberapa kilometer.Untuk mendapatkan beberapa liter BBM, warga harus rela mengantri berjam – jam.BBM langka dimana – mana, SPBU yang memasang papan bertuliskan “BENSIN / SOLAR HABIS” menjadi pemandangan biasa.Mahasiswa turun ke jalan melakukan demonstrasi penolakan kenaikan harga BBM.Aksi demonstrasi terjadi hampir di seluruh kota di Indonesia, bukan hanya mahasiswa saja yang berdemonstrasi, tetapi berbagai lapisan elemen masyarakat lain pun ikut turun ke jalan, diantaranya adalah para supir angkutan umum yang resah karena harus menaikkan ongkos penumpang bila BBM jadi dinaikkan harganya oleh pemerintah.Ini dapat berakibat buruk pada pendapatan mereka.Bagi yang punya banyak modal mereka sibuk menimbun BBM agar mendapatkan banyak keuntungan.Sementara Polisi gencar melakukan razia dan pemeriksaan terhadap SPBU nakal dan tak jarang mereka menangkap para pembeli BBM yang menggunakan drum atau jeriken, penjagaan di areal SPBU pun dilakukan selama 24 jam penuh untuk memastikan distribusi BBM ke masyarakat berjalan lancar dan tidak ada kecurangan.Para pengecer di kios – kios kaki lima kesulitan mendapatkan pasokan BBM karena tidak lagi diperbolehkan membeli BBM ke SPBU menggunakan jeriken.


Itulah gambaran yang dapat kita saksikan setiap kali pemerintah berencana menaikkan harga BBM.Cerita yang selalu menjadi headline berita baik di media cetak maupun media elektronik.Namun, satu hal yang sering luput dari perhatian media adalah tentang nasib BBM di perbatasan negara yang jauh terpencil.Bila di kota saja yang terjadi seperti itu, bagaimana dengan di daerah – daerah pelosok perbatasan negeri ?


Sangat miris memang.Saat krisis BBM seperti sekarang ini,warga perbatasan hanya bisa pasrah menerima kenyataan yang ada.Memang tidak ada antrian di SPBU yang mengular seperti di kota – kota, karena memang tidak ada SPBU.Mereka tak dapat melakukan aksi demonstrasi seperti yang dilakukan mahasiswa, walaumereka berdemonstrasi sampai mati pun siapa yang akan mendengar ? Mereka tidak mungkin melakukan penimbunan BBM karena tidak punya modal.Untuk keperluan BBM harian saja sudah sangat sulit didapat.Kalaupun ada harganya sudah lebih dulu melambung jauh sebelum pemerintah menetapkan harga baru.

Di Desa Temajuk Kecamatan Paloh,Kabupaten Sambas, harga BBM yang harus dibayar oleh masyarakat setempat sekarang sudah lebih tinggi dari rencana kenaikan harga yang akan ditetapkan pemerintah.Untuk bensin misalnya, pemerintah berencana menaikkan harganya dari Rp 4.500,00 menjadi Rp 6.000,00 / per liternya.Namun,sebelum harga baru ditetapkan,  masyarakat disini sudah harus membayar sebesar Rp 7.500,00 / per liternya setiap membeli bensin.Hal ini tentu sangat memberatkan bagi masyarakat yang pekerjaan mereka rata – rata adalah petani dan nelayan yang pendapatannya pas – pas-an.Padahal selain sebagai bahan bakar sepeda motor, bensin juga mereka perlukan untuk menghidupkan mesin genset sebagai alternatif pengganti listrik yang belum tersedia di desa ini.Nelayan pun perlu bensin untuk mengoperasikan perahu motor mereka.

Kenaikan harga ini disebabkan sedikitnya pasokan BBM yang tersedia di desa.Bagi warga sekitar, untuk memperoleh BBM sangatlah sulit.Tidak ada SPBU di Kecamatan Paloh.SPBU terdekat hanya ada di kecamatan tetangga, yaitu Kecamatan Teluk Keramat, tetapi SPBU yang ada itu pun sepertinya hanya aksesoris belaka dan sangat jarang beroperasi karena jarang mendapatkan pasokan BBM dari Pertamina.Akibatnya, untuk memenuhi kebutuhan BBM di Desa Temajuk,bahkan untuk seluruh Kecamatan Paloh, BBM harus dibeli di ibukota Kabupaten,Sambas, yang jaraknya mencapai 70-an Km.Biasanya pembelian BBM untuk pasokan desa dilakukan oleh para Cangkau (demikian mereka biasa menyebutnya).Para Cangkau ini membeli BBM ke Sambas dengan menggunakan jeriken yang di bawa dengan menggunakan sepeda motor.Dengan satu sepeda motor yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa, mereka dapat mengangkut hingga 8 buah jeriken berkapasitas 30 liter.Dapat dibayangkan betapa berat beban yang harus mereka bawa dengan menggunakan sepeda motor melewati jarak puluhan kilometer dan kondisi jalan yang rusak.Jadi, adalah hal yang wajar jika harga BBM yang mereka jual jauh lebih mahal daripada harga normal.


Keadaan menjadi lebih sulit bila terjadi kelangkaan BBM seperti sekarang ini.Pembelian dengan jeriken tidak diperbolehkan lagi.Para Cangkau harus memutar otak agar mereka tetap bisa mendapatkan BBM untuk di jual di desa.Bebagai cara pun ditempuh,salah satunya dengan mengisi BBM di SPBU dengan menggunakan mobil ( bagi yang memiliki mobil ) dan setelahnya BBM disedot dengan selang dan ditampung di jeriken.Ini dilakukan berulang kali,meskipun berarti harus mengantri berulang kali.Bagi yang tidak punya mobil terpaksa harus membeli dengan menggunakan sepeda motor.Namun tentunya memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak.BBM yang berhasil dibawa pulang pun tidak seberapa jumlahnya.Keadaan ini membuat pasokan BBM yang tersedia di Desa Temajuk sangat minim.Karena itulah harganya sangat mahal.Warga juga harus berlomba untuk membeli BBM, karena bila terlambat maka bisa jadi sepeda motor dan genset mereka tidak dapat menyala dan bagi nelayan yang tidak kebagian hanya bisa gigit jari karena tidak dapat melaut.


Tidak dapat dibayangkan bagaimana nanti seandainya harga BBM diputuskan naik oleh pemerintah.Warga Desa Temajuk tentu harus bekerja lebih keras untuk bisa menyesuaikan daya beli mereka terhadap harga BBM di desa mereka yang tentunya akan ikut melambung naik.Dan yang lebih mengkhawatirkan adalah akan terjadinya kenaikan harga barang – barang kebutuhan pokok.Karena kenaikan harga BBM bisa menjadi lokomotif kenaikan harga barang lainnya.Masyarakatlah yang akan menjadi korban.

Kamis, 15 Maret 2012

BURUH STEIGHER DUSUN SETINGGAK KECIPRATAN REJEKI

Langit sudah mulai memerah bahkan sebagian sudah gelap,
Cahaya matahari senja hanya tinggal sedikit saja terangnya,
Azan mahgrib pun sudah menggema dari mesjid terdekat,
Kicauan burung – burung walet di salah satu sarang walet milik warga terus berkicau; walau mungkin itu suara kicauan dari perangkat recorder yang terus menerus menggema sepanjang hari untuk mengundang walet – walet lain singgah,
Sungai di steigher Dusun Setinggak penuh berisi air, pertanda bahwa air sedang pasang,
Beberapa buah kapal kayu sedang bersandar di pinggir steigher,
Bang Andi dan beberapa temannya masih asyik duduk – duduk di warung kopi persis di pinggir sungai itu,
Buruh sibuk menurunkan garam

Tiba – tiba datanglah sebuah truk dengan bagian bak yang tertutup oleh terpal biru.Tak lama berselang, muncul juga beberapa orang dengan menggunakan sepeda motor datang mendekat ke mobil truk yang mencoba untuk mencari tempat parkir yang sesuai di area steigher yang tidak seberapa luas.Pergerakan truk itu cukup terganggu oleh beberapa tumpukan  karung berwarna biru yang ditutupi terpal.Begitu supir truk berhasil memarkir kendaraannya dengan menghadap kearah jalan,sontak orang – orang tadi tanpa dikomando langsung sigap menuju bagian belakang truk.Dua orang langsung membuka tutup bak belakang, dua orang yang lain naik ke dalam bak truk dan membuka terpal yang sedari tadi menutupi seluruh bagian bak truk.Satu persatu karung mulai diturunkan.Dua orang yang diatas tadi melemparkan karung dan langsung disambut oleh teman – teman lain yang sudah menunggu di bawah yang jumlahnya tak kurang dari belasan.”Wah,udah hampir malam nih,tambah orang lagi lah di atas…!!!”,teriak salah satu dari mereka, yang mungkin kepala buruh,mengusulkan agar di atas truk ditambah orang supaya proses penurunan karung – karung itu bisa segera selesai sebelum hari benar – benar gelap.Akhirnya lima orang lain naik keatas membantu menurunkan karung.

Karung diangkat oleh dua orang pertama kemudian dilanjutkan kepada dua orang lainnya begitu seterusnya hingga akhirnya karung dijatuhkan dari bak truk.Setelah di bawah, karung langsung disambut oleh rekan – rekan lain yang sudah berpasang – pasangan dan langsung disusun rapi setelah sebelumnya diberi alas agar karung tidak bersentuhan langsung dengan tanah.Karung disusun setinggi enam buah keatas,dan sepuluh buah memanjang.Memang karung disusun sedemikian rupa agar mudah dalam penghitungannya.

Penasaran dengan aktifitas mereka,aku pun tertarik untuk melihat dari dekat aktifitas yang mereka lakukan.Kuhampiri si supir truk,aku bertanya :
”Apa sih Pak yang di bawa? kok sepertinya banyak sekali ?”.
”Oh,itu isinya garam.Untuk di kirim ke Desa Temajuk.Disana kan sedang musim ubur – ubur”, jawab si supir.
“Lho...?memangnya garam untuk apa sebanyak itu Pak? Untuk memasak ubur – ubur ? ” tanyaku lagi.
“Bukan untuk memasak,tapi untuk mengawetkan ubur – ubur.Persisnya saya juga tidak tahu bagaimana caranya,saya cuma dapat tugas dari tauke saya untuk mengantarkan barang ini kesini”, kembali si supir menerangkan.
Aku masih penasaran,kuajukan beberapa pertanyaan lagi kepada Pak Supir :
“Garam ini dibawa dari mana Pak? Satu truk muatnya berapa karung? Terus harga per karungnya berapa?”
Dia pun menjawab : “Ini dari Singkawang,biasa kita juga bawa langsung dari Pontianak.Tapi hari ini banyak stok garam di Singkawang.Garam ini sih kita datangkan langsung dari Madura, disana kan pusatnya industri garam  Indonesia.Kita mampu membawa sampai 200 karung sekali jalan.Nah. kalau masalah harga saya kurang tahu,itu urusan bos langsung dengan pembeli.Saya hanya bertugas mengantarkan saja”.
Cukup puas dengan jawaban si supir tadi,aku pun berterima kasih kepadanya dan menyudahi pertanyaanku karena sepertinya dia harus ada keperluan lain dengan kepala buruh.

Sembari aku mengobrol dengan si supir tadi,aktifitas para buruh tetap berjalan.Dengan penuh semangat dan sedikit canda riang mereka bekerja cepat menurunkan dan menyusun karung – karung garam,karena hari sudah mulai gelap.Akhirnya karung terakhir pun berhasil diturunkan.Semua yang diatas segera melompat turun dari bak truk,penutup bak pun segera dirapatkan dan dikunci.Terakhir, sebuah terpal besar direntangkan untuk menutupi karung garam yang sudah tersusun rapi.Karung harus ditutup karena sebentar lagi akan turun hujan.Karung harusn terlindung dari hujan agar garam tidak rusak dan menggumpal / mengeras.

Supir truk masuk ke dalam mobil dan menghidupkan mesin. Ia langsung menginjak pedal gas dan mobil pun beranjak pergi.Pak supir tak mau berlama – lama lagi, dia ingin segera kembali ke Singkawang karena besok hari ia harus kembali lagi untuk mengantar garam kesini.Sementara para buruh sibuk mencari air bersih di sekitar steigher untuk mencuci tangan yang kotor setelah proses tadi.Sembari melepas lelah,mereka duduk – duduk sebentar di warung kopi dan memesan minuman untuk melepaskan dahaga.Walaupun proses menurunkan garam tadi tidak berlangsung lama, namun cukup menguras tenaga mereka, berhubung mereka harus kerja lebih cepat karena hari sudah menjelang malam.Mereka sepertinya senang sekali mendapat sedikit penghasilan tambahan hari ini dari upah menurunkan garam.

Aku ingin tahu berapa sebenarnya upah yang mereka dapatkan setiap kali menurunkan barang seperti ini.Dan aku pun mencoba bertanya ke salah satu buruh yang aku kenal,Bang Andi namanya.
”Bang,berapa upah yang Abang dan kawan – kawan dapatkan setiap menurunkan garam seperti ini ?” tanyaku.
“Kami baru akan mendapat upah kalau kami sudah menaikkan karung – karung garam ini ke kapal nantinya.Sekarang kami belum dapat.Bila sudah diangkut ke dalam kapal nanti upah yang kami dapatkan sebesar Rp 3.000,00 per karungnya” jelasnya.
“Wah,berarti nanti harus dibagi – bagi lagi dengan kawan – kawan dong Bang hasil totalnya” tanyaku lagi.
“Iya,tinggal dibagi dengan jumlah orang yang ikut memikulnya.Kalau orangnya banyak ya, berarti tidak seberapa masing – masing dapat bagiannya.Yah, cukuplah buat membeli sebungkus rokok” jawab Bang Andi yang sehari – hari juga bekerja serabutan.
“Ternyata tidak seberapa juga ya Bang hasilnya.Lalu yang sebenarnya berstatus sebagai buruh di steigher ini ada berapa orang, Bang ?” lanjutku.
“Dulu waktu steigher ini masih ramai,sekitar tahun 2005 saat penebangan kayu masih marak, buruh disini dibuat kelompok – kelompok.Setiap kelompok terdiri dari 10 orang, dan bertugas bergiliran.Tetapi sekarang aktifitas bongkar muat disini sudah sepi, jadi siapa saja boleh ikut jadi buruh.Untuk pembagian hasilnya nanti, ada yang bertugas mencatat kok, pasti adil hasilnya.Bulan Maret seperti sekarang ini, aktifitas disini agak lebih banyak dibandingkan hari – hari biasa, karena di Desa Temajuk sekarang sedang musim ubur – ubur.Para penampung tangkapan ubur – ubur dari nelayan perlu banyak stok garam untuk mengawetkan ubur – ubur yang mereka kumpulkan.Nah,kami ikut kebagian rejeki karena satu – satunya akses paling efektif untuk menyuplai garam dalam jumlah besar ke Desa Temajuk adalah lewat jalur laut melalui steigher ini.Mana mampu membawa garam sebanyak ini lewat darat,jalannya masih rusak.Biayanya juga pasti lebih besar.Rata – rata penampung ubur – ubur yang bermodal besar punya kapal sendiri.Cukup besar untuk membawa garam pesanan mereka.” Begitulah penjelasan Bang Andi.

Ternyata, musim ubur – ubur yang sekarang sedang berlangsung di Desa Temajuk tidak hanya membawa berkah tersendiri bagi warga disana.Bahkan para buruh di steigher Dusun Setinggak pun ikut kebagian rejeki.Namun, hasil yang mereka dapatkan dari upah buruh di steigher ini tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.Selain hasilnya yang sedikit, rejeki ini pun tidak pasti datang setiap hari.Kadang bahkan mereka harus menunggu seharian, nongkrong di warung kopi pinggir steigher untuk mendapatkan job bongkar muat barang.Cipratan rejeki dari musim ubur – ubur di Desa Temajuk cukup membuat mereka tersenyum lebih lebar karena mereka tidak perlu lagi mengganggu uang belanja istri untuk sekedar membeli sebungkus rokok.

Wrote By : J. IPUNG W.

Paloh,
15 Maret 2012


Rabu, 14 Maret 2012

TIDUR DI EMPERAN WARUNG PENYEBERANGAN CEREMAI



 Posting By : J.PUNG W.

Setelah 3 (tiga) hari menjalankan tugas meliput Musim Ubur - ubur di Desa Temajuk (desa paling utara di Kalimantan Barat yang berbatasan laut maupun darat dengan Malaysia), kami berencana kembali ke kantor di Dusun Setinggak.Awalnya kami berencana memulai perjalanan pada sore hari.Namun cuaca tidak mengijinkan.Hujan turun dengan derasnya sejak sore hari hingga malam tiba.Kami terpaksa menunggu hujan reda karena tidak ingin mengambil resiko menempuh perjalanan jauh dalam kondisi cuaca seperti itu.
Warung Penyeberangan Ceremai - Ilustrasi

Hujan pun berhenti sekitar pukul 22:00.Walaupun sudah cukup larut,tapi kami tetap bertekad untuk kembali ke kantor.Setelah berkompromi dengan Udi, yang ikut menemani saya selama di Desa Temajuk, kami memutuskan untuk menempuh perjalanan dengan menggunakan jalur tepi pantai.Karena biasanya, setelah hujan deras seharian seperti sore tadi jalan baru yang masih berupa jalan pengerasan dengan tanah kuning kondisinya pasti sangat licin dan berlumpur.Dan kami beruntung,karena kebetulan saat itu air laut sedang surut jauh dari titik pasang tertinggi (penduduk setempat menyebutnya dengan istilah “air tangkah”).Dalam kondisi air laut yang surut seperti ini, perjalanan melewati tepian pantai menjadi pilihan yang lebih mudah daripada melewati jalan baru yang belum selesai dibangun.

Saya, Udi dan seorang teman lain,warga asli Desa Temajuk,Hendri namanya,  mengendarai sepeda motor masing – masing menyusuri pinggiran pantai yang padat,sehingga rasanya seperti berkendara di jalan aspal.Terang sinar bulan purnama menemani perjalanan kami,menjadikan suasana pantai terasa begitu eksotis dan membuat kami semua lupa bahwa malam ini adalah malam Jumat,yang menurut penduduk setempat adalah malam yang angker dan sakral.Tapi kebulatan tekad kami untuk kembali ke kantor membuat kami harus mengalahkan rasa takut yang sebenarnya tetap sedikit terasa.Besok kami harus ada kegiatan Pelatihan Blogger di kantor,karena itulah malam ini kami segera harus kembali walaupun harus menempuh jarak sekitar 60 Km ditengah malam dan juga harus merasakan terpaan dinginnya angin pantai.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 1,5 (satu setengah) jam perjalanan, akhirnya kami pun tiba dengan selamat di penyeberangan Ceremai.Untuk menuju kantor kami harus melewati sebuah sungai besar yang kira – kira 200-an meter lebarnya, Sungai Paloh namanya.Sungai ini tidak memiliki jembatan untuk menghubungkan akses jalan dari Desa Temajuk menuju ke ibu kota Kecamatan Paloh, Liku.Sehingga untuk itu warga harus menyeberang menggunakan perahu kecil yang mampu menampung hingga 8 (delapan) buah sepeda motor dengan membayar sebesar              Rp 10.000,00 / sepeda motor.Di seberang penyeberangan Ceremai adalah daerah penyeberangan Sungai Sumpit.Di Sungai Sumpit inilah akses jalan terkahir bagi kendaraan roda empat.Setelahnya,untuk menuju Desa Temajuk harus ditempuh dengan sepeda motor.Bagi warga pendatang / tamu, dapat menggunakan jasa ojek dengan merogoh saku sekitar Rp 250.000,00 sekali berangkat.Itu artinya perlu biaya ojek sebesar Rp 500.000,00 untuk pulang-pergi ke Desa Temajuk…!!!

Kami tiba di penyeberangan Ceremai ini saat waktu hampir menunjukkan pukul 00:00.Tidak ada lagi aktifitas penyeberangan.Semua warung yang ada sudah gelap gulita karena tidak punya listrik,lagipula para pemiliknya pun sudah terlelap tidur.Tetapi biasanya bila kemalaman seperti ini,kami mengetuk rumah salah satu pemilik perahu penyeberangan yang tinggal dan berjualan di sekitar penyeberangan ini.Kami coba mengetuk pintu beberapa kali, namun tidak ada jawaban.Yang terdengar hanyalah dengkuran sang pemilik perahu yang sepertinya kelelahan setelah seharian bekerja.Terus kami coba untuk mengetuk pintu,namun tetap saja tidak ada jawaban.Mungkin sudah nasib kami malam ini harus tidur di emperan warung sang pemilik perahu.

Tak ada pilihan lain,kami pun mengambil posisi masing – masing.Saya tidur di atas meja,Udi dan Hendri berbagi tempat di sebuah kursi kayu panjang.Malam begitu berat rasanya untuk dilalui.Angin dingin yang menusuk tulang karena tadinya cuaca hujan seharian,ditambah tingkah nyamuk-nyamuk nakal yang senang menggigit,membuat kami tak bisa tertidur lelap.Suara nyamuk yang terbang di dekat telinga terdengar seperti suara F16 yang sedang latihan perang mambuat mata yang tertutup tak bisa tertidur lelap.Malam terasa begitu panjang,  1 (satu) jam terasa bagai 1 (satu) malam.Tidak apalah dinikmati saja...Berharap matahari pagi segera tiba dan menghalau dinginnya malam serta membuat nyamuk – nyamuk segera pulang.

Seandainya ada jembatan yang menghubungkan antara Sungai Sumpit dan Ceremai,tidak perlu kami harus tidur diemperan warung di penyeberangan Ceremai.Berselimutkan dinginnya angin malam dan gigitan nyamuk – nyamuk nakal…

Paloh
Kamis, 8 Maret 2011

Sabtu, 10 Maret 2012

SULITNYA AKSES MENUJU DESA TEMAJUK


Kondisi jalan menuju Desa Temajuk
Oleh : J. Ipung W.


Desa Temajuk adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas, Propinsi Kalimantan Barat dan berbatasan langsung secara geografis baik di daratan maupun lautan dengan negara tetangga,Malaysia.Desa ini memiliki beragam potensi,mulai dari potensi perikanan,perkebunan bahkan pariwisata.Namun sayangnya, untuk mengakses desa ini sangat sulit.Belum ada fasilitas jalan yang memadai sebagai akses utama menuju ke kota kecamatan.

Tidak tersedianya akses jalan membuat warga kesulitan untuk menjual hasil tangkapan ikan dan pertanian.Potensi pariwisata yang cukup menjanjikan di daerah ini juga sulit untuk di jual ke dunia luar.Kebutuhan pokok pun cukup sulit didapatkan oleh warga,terutama apabila musim penghujan tiba.Kalau pun ada,harganya lebih tinggi daripada harga yang semestinya karena biaya pengangkutan yang mahal.

Butuh waktu 8 - 9 Jam untuk mencapai temajuk apabila kita berangkat dari Pontianak,ibukota Propinsi Kalimantan Barat,menggunakan kendaraan roda empat.Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 5 jam.kita akan tiba di Sambas,ibukota Kabupaten Sambas.Sampai disini perjalanan masih akan terasa normal karena kondisi jalannya cukup bagus,hanya di sekitar Sebangkau - Tebas atau sekitar 30 menit perjalanan saja yang kondisi jalannya yang bergelombang dan sedikit berlubang.Dari Sambas menuju ke Kecamatan Paloh,kondisi jalan mulai sulit untuk dilalui karena lubang menganga hampir di setiap perjalanan yang kita lewati.30 menit dari Sambas kita harus menyeberangi Sungai Sambas menggunakan jasa feri penyeberangan yaitu mulai dari Tanjung Harapan menuju Teluk Kalong.Feri penyeberangan ini beroperasi mulai dari pukul 06:00 hingga pukul 20:00 setiap harinya.Feri ini hanya mampu menampung 10 buah mobil dan belasan sepeda motor dalam 1 kali penyeberangan.Biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar jasa penyeberangan ini adalah sebesar Rp 30.000,00 untuk mobil,Rp 5.000,00 untuk sepeda motor dan Rp 3.000,00 untuk penumpang yang tidak membawa kendaraan.Bagi yang membawa sepeda motor atau kendaraan roda empat,harga sudah termasuk dengan penumpangnya.Proses penyeberangan memakan waktu sekitar 15 menit,itupun tergantung posisi Feri.Apabila posisi feri masih diseberang sana,atau di Teluk Kalong maka butuh waktu yang lebih lama untuk menunggu feri tiba di sisi penyeberangan Tanjung Harapan.Biasanya kita harus menunggu 1 hingga 2 jam lagi.Setelah menyeberang kita masih harus menempuh perjalanan sekitar 1 jam lagi untuk tiba di pusat Kecamatan paloh dengan melewati jalan yang kondisinya lebih rusak lagi.

Dari pusat kecamatan Paloh menuju Desa Temajuk setelah 7 km perjalanan, kita harus melewati sebuah sungai besar yang kira – kira 300 meter lebarnya, Sungai Paloh namanya.Sungai ini tidak memiliki jembatan untuk menghubungkan akses jalan dari Desa Temajuk menuju ke ibu kota Kecamatan Paloh, Liku. Akses kendaraan roda empat hanya bisa sampai di daerah yang bernama Sungai Sumpit. Setelahnya, untuk menuju Desa Temajuk harus ditempuh dengan sepeda motor dan kita harus menyeberang menggunakan jasa penyeberangan dengan sebuah perahu kayu kecil yang hanya mampu menampung 8 (delapan) buah sepeda motor dengan membayar ongkos sebesar Rp 10.000,00 / sepeda motor sekaligus orangnya.Karena kendaraan roda empat empat tidak dapat kita bawa menyeberang,maka satu - satunya pilihan melanjutkan perjalanan adalah dengan menggunakan sepeda motor.Bagi warga pendatang / tamu, dapat menggunakan jasa ojek dengan merogoh saku sekitar Rp 250.000,00 untuk sekali berangkat.Itu artinya perlu biaya ojek sebesar Rp 500.000,00 untuk pulang-pergi ke Desa Temajuk…!!!

Kondisi jalan menuju Desa Temajuk setelah penyeberangan lebih memprihatinkan memprihatinkan.Setelah menyeberang kita akan sampai ke daerah yang bernama Ceremai,yang kondisi jalannya walaupun sudah diaspal tapi berlubang disana sini dan lebarnya hanya sekitar 2 meter saja.Jalan aspal hanya berjarak sekitar 18 Km dari total 40 Km jalan menuju Desa Temajuk dari Ceramai.Sisanya,kita harus melewati jalan yang baru dibuat pemerintah berupa jalan pengerasan dari tanah kuning yang apabila musim penghujan tiba akan sangat licin dan berlumpur dan sebaliknya apabila musim panas akan berdebu.Pengerasan jalan pun baru separuh yang dikerjakan oleh pemerintah,sisanya masih jalan berpasir yang bisa membuat kita tergelincir apabila belum terlatih melewati jalan ini.Bila musim hujan tiba,pilihan yang lebih mudah adalah jalur lama yang biasa ditempuh warga Temajuk apabila ingin ke Liku yaitu menggunakan jalur pinggrian pantai.Tetapi itupun harus menunggu air laut surut yang waktunya sangat fluktuatif setiap harinya.Butuh waktu sekitar 1,5 jam untuk tiba di Desa Temajuk setelah melalui penyeberangan Ceremai.

Semoga pembangunan jalan menuju Desa Temajuk segera terselesaikan agar warga desa yang terletak di paling utara Kalimantan Barat ini tidak lagi terisolir dan jalan baru ini nantinya dapat menjadi lokomotif kemajuan ekonomi Desa Temajuk.Semoga......!!!