Head Line

Kamis, 15 Maret 2012

BURUH STEIGHER DUSUN SETINGGAK KECIPRATAN REJEKI

Langit sudah mulai memerah bahkan sebagian sudah gelap,
Cahaya matahari senja hanya tinggal sedikit saja terangnya,
Azan mahgrib pun sudah menggema dari mesjid terdekat,
Kicauan burung – burung walet di salah satu sarang walet milik warga terus berkicau; walau mungkin itu suara kicauan dari perangkat recorder yang terus menerus menggema sepanjang hari untuk mengundang walet – walet lain singgah,
Sungai di steigher Dusun Setinggak penuh berisi air, pertanda bahwa air sedang pasang,
Beberapa buah kapal kayu sedang bersandar di pinggir steigher,
Bang Andi dan beberapa temannya masih asyik duduk – duduk di warung kopi persis di pinggir sungai itu,
Buruh sibuk menurunkan garam

Tiba – tiba datanglah sebuah truk dengan bagian bak yang tertutup oleh terpal biru.Tak lama berselang, muncul juga beberapa orang dengan menggunakan sepeda motor datang mendekat ke mobil truk yang mencoba untuk mencari tempat parkir yang sesuai di area steigher yang tidak seberapa luas.Pergerakan truk itu cukup terganggu oleh beberapa tumpukan  karung berwarna biru yang ditutupi terpal.Begitu supir truk berhasil memarkir kendaraannya dengan menghadap kearah jalan,sontak orang – orang tadi tanpa dikomando langsung sigap menuju bagian belakang truk.Dua orang langsung membuka tutup bak belakang, dua orang yang lain naik ke dalam bak truk dan membuka terpal yang sedari tadi menutupi seluruh bagian bak truk.Satu persatu karung mulai diturunkan.Dua orang yang diatas tadi melemparkan karung dan langsung disambut oleh teman – teman lain yang sudah menunggu di bawah yang jumlahnya tak kurang dari belasan.”Wah,udah hampir malam nih,tambah orang lagi lah di atas…!!!”,teriak salah satu dari mereka, yang mungkin kepala buruh,mengusulkan agar di atas truk ditambah orang supaya proses penurunan karung – karung itu bisa segera selesai sebelum hari benar – benar gelap.Akhirnya lima orang lain naik keatas membantu menurunkan karung.

Karung diangkat oleh dua orang pertama kemudian dilanjutkan kepada dua orang lainnya begitu seterusnya hingga akhirnya karung dijatuhkan dari bak truk.Setelah di bawah, karung langsung disambut oleh rekan – rekan lain yang sudah berpasang – pasangan dan langsung disusun rapi setelah sebelumnya diberi alas agar karung tidak bersentuhan langsung dengan tanah.Karung disusun setinggi enam buah keatas,dan sepuluh buah memanjang.Memang karung disusun sedemikian rupa agar mudah dalam penghitungannya.

Penasaran dengan aktifitas mereka,aku pun tertarik untuk melihat dari dekat aktifitas yang mereka lakukan.Kuhampiri si supir truk,aku bertanya :
”Apa sih Pak yang di bawa? kok sepertinya banyak sekali ?”.
”Oh,itu isinya garam.Untuk di kirim ke Desa Temajuk.Disana kan sedang musim ubur – ubur”, jawab si supir.
“Lho...?memangnya garam untuk apa sebanyak itu Pak? Untuk memasak ubur – ubur ? ” tanyaku lagi.
“Bukan untuk memasak,tapi untuk mengawetkan ubur – ubur.Persisnya saya juga tidak tahu bagaimana caranya,saya cuma dapat tugas dari tauke saya untuk mengantarkan barang ini kesini”, kembali si supir menerangkan.
Aku masih penasaran,kuajukan beberapa pertanyaan lagi kepada Pak Supir :
“Garam ini dibawa dari mana Pak? Satu truk muatnya berapa karung? Terus harga per karungnya berapa?”
Dia pun menjawab : “Ini dari Singkawang,biasa kita juga bawa langsung dari Pontianak.Tapi hari ini banyak stok garam di Singkawang.Garam ini sih kita datangkan langsung dari Madura, disana kan pusatnya industri garam  Indonesia.Kita mampu membawa sampai 200 karung sekali jalan.Nah. kalau masalah harga saya kurang tahu,itu urusan bos langsung dengan pembeli.Saya hanya bertugas mengantarkan saja”.
Cukup puas dengan jawaban si supir tadi,aku pun berterima kasih kepadanya dan menyudahi pertanyaanku karena sepertinya dia harus ada keperluan lain dengan kepala buruh.

Sembari aku mengobrol dengan si supir tadi,aktifitas para buruh tetap berjalan.Dengan penuh semangat dan sedikit canda riang mereka bekerja cepat menurunkan dan menyusun karung – karung garam,karena hari sudah mulai gelap.Akhirnya karung terakhir pun berhasil diturunkan.Semua yang diatas segera melompat turun dari bak truk,penutup bak pun segera dirapatkan dan dikunci.Terakhir, sebuah terpal besar direntangkan untuk menutupi karung garam yang sudah tersusun rapi.Karung harus ditutup karena sebentar lagi akan turun hujan.Karung harusn terlindung dari hujan agar garam tidak rusak dan menggumpal / mengeras.

Supir truk masuk ke dalam mobil dan menghidupkan mesin. Ia langsung menginjak pedal gas dan mobil pun beranjak pergi.Pak supir tak mau berlama – lama lagi, dia ingin segera kembali ke Singkawang karena besok hari ia harus kembali lagi untuk mengantar garam kesini.Sementara para buruh sibuk mencari air bersih di sekitar steigher untuk mencuci tangan yang kotor setelah proses tadi.Sembari melepas lelah,mereka duduk – duduk sebentar di warung kopi dan memesan minuman untuk melepaskan dahaga.Walaupun proses menurunkan garam tadi tidak berlangsung lama, namun cukup menguras tenaga mereka, berhubung mereka harus kerja lebih cepat karena hari sudah menjelang malam.Mereka sepertinya senang sekali mendapat sedikit penghasilan tambahan hari ini dari upah menurunkan garam.

Aku ingin tahu berapa sebenarnya upah yang mereka dapatkan setiap kali menurunkan barang seperti ini.Dan aku pun mencoba bertanya ke salah satu buruh yang aku kenal,Bang Andi namanya.
”Bang,berapa upah yang Abang dan kawan – kawan dapatkan setiap menurunkan garam seperti ini ?” tanyaku.
“Kami baru akan mendapat upah kalau kami sudah menaikkan karung – karung garam ini ke kapal nantinya.Sekarang kami belum dapat.Bila sudah diangkut ke dalam kapal nanti upah yang kami dapatkan sebesar Rp 3.000,00 per karungnya” jelasnya.
“Wah,berarti nanti harus dibagi – bagi lagi dengan kawan – kawan dong Bang hasil totalnya” tanyaku lagi.
“Iya,tinggal dibagi dengan jumlah orang yang ikut memikulnya.Kalau orangnya banyak ya, berarti tidak seberapa masing – masing dapat bagiannya.Yah, cukuplah buat membeli sebungkus rokok” jawab Bang Andi yang sehari – hari juga bekerja serabutan.
“Ternyata tidak seberapa juga ya Bang hasilnya.Lalu yang sebenarnya berstatus sebagai buruh di steigher ini ada berapa orang, Bang ?” lanjutku.
“Dulu waktu steigher ini masih ramai,sekitar tahun 2005 saat penebangan kayu masih marak, buruh disini dibuat kelompok – kelompok.Setiap kelompok terdiri dari 10 orang, dan bertugas bergiliran.Tetapi sekarang aktifitas bongkar muat disini sudah sepi, jadi siapa saja boleh ikut jadi buruh.Untuk pembagian hasilnya nanti, ada yang bertugas mencatat kok, pasti adil hasilnya.Bulan Maret seperti sekarang ini, aktifitas disini agak lebih banyak dibandingkan hari – hari biasa, karena di Desa Temajuk sekarang sedang musim ubur – ubur.Para penampung tangkapan ubur – ubur dari nelayan perlu banyak stok garam untuk mengawetkan ubur – ubur yang mereka kumpulkan.Nah,kami ikut kebagian rejeki karena satu – satunya akses paling efektif untuk menyuplai garam dalam jumlah besar ke Desa Temajuk adalah lewat jalur laut melalui steigher ini.Mana mampu membawa garam sebanyak ini lewat darat,jalannya masih rusak.Biayanya juga pasti lebih besar.Rata – rata penampung ubur – ubur yang bermodal besar punya kapal sendiri.Cukup besar untuk membawa garam pesanan mereka.” Begitulah penjelasan Bang Andi.

Ternyata, musim ubur – ubur yang sekarang sedang berlangsung di Desa Temajuk tidak hanya membawa berkah tersendiri bagi warga disana.Bahkan para buruh di steigher Dusun Setinggak pun ikut kebagian rejeki.Namun, hasil yang mereka dapatkan dari upah buruh di steigher ini tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.Selain hasilnya yang sedikit, rejeki ini pun tidak pasti datang setiap hari.Kadang bahkan mereka harus menunggu seharian, nongkrong di warung kopi pinggir steigher untuk mendapatkan job bongkar muat barang.Cipratan rejeki dari musim ubur – ubur di Desa Temajuk cukup membuat mereka tersenyum lebih lebar karena mereka tidak perlu lagi mengganggu uang belanja istri untuk sekedar membeli sebungkus rokok.

Wrote By : J. IPUNG W.

Paloh,
15 Maret 2012


Tidak ada komentar:

Posting Komentar